Nabi
Muhammad saw adalah nikmat terbesar dan anugerah teragung yang Allah
berikan kepada alam semesta. Ketika manusia saat itu berada dalam
kegelapan syirik, kufur, dan tidak mengenal Rabb pencipta mereka.
Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar biasa.
Nilai-nilai kemanusiaan sudah terbalik. Penyembahan terhadap
berhala-berhala suatu kehormatan, perzinaan suatu kebanggaan, mabuk dan
berjudi adalah kejantanan, dan merampok serta membunuh adalah suatu
keberanian. Di saat seperti ini rahmat ilahi memancar dari jazirah Arab.
Allah mengutus seorang Rasul yang ditunggu oleh alam semesta untuk
menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya kepada cahaya ilahi.
Sungguh
Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan
Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar
dalam kesesatan yang nyata.
Kelahiran
makhluk mulia yang ditunggu jagad raya membuat alam tersenyum, gembira
dan memancarkan cahaya. Penyair Ahmad Syauqi menggambarkan kelahiran
Nabi Mulia itu dalam syairnya yang indah:
ولد الهدى فالكائنات ضياء وفم الزمان تبسم وثناء
Telah dilahirkan seorang Nabi alam pun bercahaya
sang waktu pun tersenyum dan memuji
Dengan
tuntunan Allah swt Nabi Muhammad saw pun berhasil melaksanakan misi
risalah yang diamanahkan kepadanya. Setelah melalui perjalanan dakwah
dan jihad selama kurang lebih 23 tahun dengan berbagai macam rintangan
dan hambatan yang menimpa Rasulullah saw berhasil mengeluarkan umat dan
mengantarkan bangsa Arab dari penyembahan makhluk menuju kepada
penyembahan Rabbnya makhluk, dari kezaliman jahiliyah menuju keadilan
Islam. Sepeninggal Rasulullah saw misi dakwah ini pun diemban oleh
generasi sahabat dan tabiin sehingga umat manusia sekarang bisa
merasakan manisnya keimanan kepada Allah swt. Jazakallah ya Rasulallah an ummatika afdhola ma jazallah nabiyyan an ummatih.
Tetapi
setelah meninggalnya Rasulullah saw terjadi berbagai macam penyimpangan
dan penyelewengan dalam ajarannya. Orang-orang munafik atau orang
orang-orang bodoh memasukan ke dalam agama Islam apa yang bukan menjadi
ajarannya. Alhamdulillah Allah tidak membiarkan begitu saja
penyelewangan atau dalam istilah agama disebut bid’ah ini. Allah selalu
menyiapkan ulama-ulama rabbaniyyun di setiap masa yang menjelaskan dan
mengajarkan kepada umat ajaran Islam yang murni seperti yang dibawa oleh
Rasulullah saw. Para ulama tersebut adalah benteng-benteng Islam yang
menjaganya dari berbagai serangan musuh.
Diantara
praktek penyimpangan yang terjadi di kalangan umat Islam adalah
peringatan maulid Nabi Muhammad saw yang diadakan setiap tahunnya pada
bulan Rabiul Awal. Peringatan maulid yang tidak pernah ada pada zaman
Nabi dan generasi sahabat dan tabiin ini pertama kali diperkenalkan pada
zaman dinasti Fatimiyah pada abad 10 masehi. Langkah ini secara tidak
langsung dimaksudkan sebagai sebuah penegasan kepada khalayak, bahwa
dinasti ini betul-betul keturunan Nabi Muhammad SAW. Setidaknya ada
dimensi politis dalam kegiatan tersebut.
Selanjutnya
peringatan maulid Nabi Muhammad saw menjadi sebuah upacara yang kerap
dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia.
Di
Indonesia yang merupakan negeri muslim terbesar di dunia perayaan
maulid pun kerap dilakukan di berbagai daerah. Masyarakat di setiap
daerah memiliki cara tersendiri untuk merayakan kelahiran manusia agung
tersebut. Meskipun seringkali tidak ada hubungan langsung antara
kelahiran Nabi Muhammad dan upacara yang mereka lakukan, bahkan tidak
sedikit perayaan tersebut merupakan bentuk kesyirikan.
Di
Banten, misalnya, ribuan orang mendatangi kompleks Masjid Agung Banten
yang terletak 10 km arah utara pusat Kota Serang. Mereka berziarah ke
makam para sultan, antara lain Sultan Hasanuddin, secara bergiliran.
Sebagian di antaranya berendam di kolam masjid itu, konon katanya, untuk
mendapat berkah. Ada di antara mereka yang sengaja mengambil air kolam
tersebut untuk dibawa pulang sebagai obat..
Di
Cirebon, pada tanggal 11-12 Rabiul Awal banyak orang Islam datang ke
makam Sunan Gunung Jati, salah seorang dari wali sanga, penyebar agama
Islam di kawasan Jawa Barat dan Banten. Biasanya di Keraton Kasepuhan
diselenggarakan upacara Panjang Jimat, yakni memandikan pusaka-pusaka
keraton peninggalan Sunan Gunung Jati. Banyak orang berebut untuk
memperoleh air bekas cucian tersebut, karena dipercaya akan membawa
keberuntungan. Ini jelas syirik yang wajib dikikis habis.
Di
Cirebon, Yogyakarta, dan Surakarta, perayaan maulid dikenal dengan
istilah sekaten. Istilah ini berasal dari kata syahadatain, yaitu dua
kalimat syahadat.
Pada
tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan
Kyai Gunturmadu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di bangsal Sri
Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara
(Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara
pukul 23.00 hingga pukul 24.00 kedua perangkat gamelan tersebut
dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta, ring - iringan abdi
dalem jajar, disertai pengawal prajurit Kraton berseragam lengkap.
Pada
umumnya, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan
turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. ini
yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan
dianugrahi awet muda. Sebagai “Srono” (Syarat) nya, mereka harus
menguyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama
dimulainya perayaan sekaten.
Puncak
perayaan Sekaten disebut Gerebeg Mulud. diselenggarakan pada hari
keduabelas bulan Mulud kalender Jawa. Festival ini dimulai pada pukul
7.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10
unit: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro,
Ketanggung, Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis. Setiap unit mempunyai
seragam masing2. Parade dimulai dari halaman utara Kemandungan kraton,
kemudian melewati siti hinggil menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju
alun2 utara.
Pukul
10.00 pagi, Gunungan meninggalkan kraton didahului oleh pasukan bugis
dan surokarto. Gunungan dibuat dari makanan seperti sayur2an, kacang,
lada merah, telor, dan beberapa pelengkap yang terbuat dari beras ketan.
Dibentuk menyerupai gunung, melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah
mataram.
Parade
disambut dengan tembakan-tembakan dan sahut-sahutan oleh pengawal
Kraton ketika melewati alun-alun utara, prosesi semacam ini dinamakan
Gerebeg. Kata ’gerebeg’ berarti ’suara berisik yang berasal dari
teriakan orang-orang’. selanjutnya gunungan dibawa ke Masjid Agung untuk
diberkati dan kemudian dibagikan ke masyarakat. Orang-orang biasanya
berebut untuk mendapatkan bagian dari gunungan karena mereka percaya
bahwa makanan tersebut mengandung kekuatan gaib. Para petani biasanya
menanam sebagian jarahan dari gunungan di tanah mereka, dengan
kepercayaan ini akan menghindarkan mereka dari kesialan dan bencana.
Kalau
kita memperhatikan perayaan-perayaan di atas pastilah kita tidak
meragukan bahwa hal tersebut merupakan bentuk kesyirikan. Hal tersebut
karena pengaruh kepercayaan animisme yang masih melekat di kalangan
sebagian masyarakat Indonesia.
Sebagian
masyarakat merayakan maulid dengan membaca Barzanji, Diba’i atau
al-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi.
Barzanji dan Diba’I adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur
tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa
kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu
juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta
berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji
dan Diba’I diambil dari nama pengarang naskah tersebut. Tetapi di
dalamnya juga terdapat kesalahan-kesalahan diantaranya kepercayaan
terhadap Nur Muhammad saw atau Hakikat Muhammad saw yaitu yang meyakini
bahwa nur Muhammad adalah makhluk pertama yang Allah ciptakan dan semua
alam semesta tercipta sebab nur Muhammada ini.
Sedangkan
al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Rasulullah saw yang
dikarang oleh al-Bushiri. Dalam syair-syair burdah terdapat syair yang
menjadi kritikan para ulama kerena adanya ghuluw dan ithra (berlebih-lebihan) dalam pujian terhadap Rasulullah saw, diantaranya syair yang berbunyi:
ومن جودك الدنيا وضرتها ومن علومك علم اللوح و القلم
Diantara kedermawananmu adalah dunia dan akhirat
Dan diantara ilmumu adalah ilmu lauh dan qalam
Sesi
pembacaan Barzanji, Diba’i atau burdah adalah sesi yang tidak pernah
tertinggal bahkan seolah menjadi syarat penting, baik dalam perayaan
maulid yang besar atau yang kecil. Di tengah pembacaan Barzanji, Diba’i
atau burdah ini ada suatu paragraf bacaan yang dikenal dengan mahallul
qiyam. Dimana ketika ini dibaca hadirin semua berdiri sambil bershalawat
kepada Rasulullah saw dengan alasan menghormatinya karena saat itu
diyakini bahwa roh Rasulullah saw mendatangi mereka. Hal ini adalah
bid’ah, khurafat dan takhayul yang dimunculkan oleh pemikiran yang
bertentangan dan menyalahi al-Qur’an dan as-Sunnah yang dianut oleh
bathiniyah, tasawuf dan tarekat.
Pada
perkembangan berikutnya, pembacaan Barzanji, Diba’i atau al-Burdah
dilakukan di berbagai kesempatan sebagai sebuah pengharapan untuk
pencapaian sesuatu yang lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi,
mencukur rambut bayi (akikah), acara khitanan, pernikahan, dan upacara
lainnya.
Biasanya
di masjid-masjid di perkampungan atau di rumah-rumah, orang-orang duduk
bersimpuh melingkar. Lalu seseorang membacakan Barzanji, Diba’i atau
al-Burdah, yang pada bagian tertentu disahuti oleh jemaah lainnya secara
bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat nasi tumpeng dan makanan kecil
lainnya yang dibuat warga setempat secara gotong royong. Pada sebagian
masyarakat, pembacaan Barzanji juga dilakukan bersamaan dengan
"diestafetkannya" bayi yang baru dicukur selama satu putaran dalam
lingkaran. Sementara baju atau kain orang-orang yang sudah memegang bayi
tersebut, kemudian disemprot atau diberi setetes dua tetes minyak
wangi.
Orang-orang
yang melakukan perayaan maulid mengklaim bahwa mereka berbuat hal
tersebut karena mereka cinta kepada Nabi Muhammad saw. Seandainya mereka
benar mencintainya niscaya mereka akan meninggalkan perayaan-perayaan
tersebut, karena Rasulullah saw telah menjelaskan kepada umatnya
bagaimana cara mencintainya dengan benar. Mencintai Rasulullah saw
adalah dengan mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan
menghidupkan sunahnya. Sedangkan merayakan maulid adalah bentuk
pelanggaran terhadap larangannya karena beliau melarang umatnya
melakukan bid’ah dalam agamanya.
Terdapat sebahagian dari pencinta amalan maulid ini beralasan:
"Kami
mengadakan perayaan memperingati maulid ini untuk membacakan sirah
(sejarah) hidup Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam".
Tetapi
kenyataan sirah yang mereka bacakan bertentangan dengan sabda-sabda dan
sejarah Rasulullah saw yang benar. Kalaulah begitu apa
faedahnya? Apakah orang yang dikatakan mencintai Rasulullah cukup hanya
dengan membacakan sirah hidup baginda? Kalau begitu, ini bermakna orang
yang mencintai Rasulullah saw perlu membacanya setiap hari sedangkan
mereka hanya melakukannya setahun sekali?
Pembuat
bid'ah perlu menyedari bahawa di bulan Rabi'ul Awal adalah bulan
kelahiran dan kematian Rasulullah saw, tidak sepatutnya diadakan
perayaan (bersuka ria) di bulan kematiannya sedangkan menunjukkan
keprihatinan adalah lebih utama.
Agama
Islam adalah agama yang sempurna sejak Rasulullah saw meninggal dunia.
Tiada suatu kebaikan pun kecuali telah dijarkan dan tiada suatu
kejelekan pun kecuali telah dijelaskan.
Allah berfirman: pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (QS. 4:3)
Marilah
kita sama-sama menghidupkan sunah-sunah Rasulullah saw dan menjauhi
larangan-larangan dan meninggalkan bid’ah. Karena dengan begitulah kita
bisa mengembalikan kepada umat ini kehormatan dan kemuliaannya.
Wallahu a’lam bisshawab